-Bagian
1-
Pernah terlintas keinginan untuk
menjadi orang lain, kadang rasa syukur sama sekali tak bisa ku ucapkan, kekuatan
dan rasa percaya diri hilang, entah larinya kemana. Bernafas hanya menghisap
dan menghembuskan angin, tak ada makna di dalamnya. Aku hidup sama siapa dan
untuk siapa aku benar-benar tak peduli, seringkali ku meminta tukar nyawaku
dengan mereka yg lebih bahagia tapi sia-sia, sebenci itukah tuhan sama aku,
sehingga tetap saja dia tak mau menjemputku pulang.
Sekolah buatku hanya tempat mendengarkan guru
berbicara, tak ada aktivitas lain selain itu kecuali mampir ke makam ka Bintang
usai pulang sekolah.. hampir satu tahun semenjak aku kehilangan sosok seorang
kaka, aku tak bisa membuka akses untuk berbagi dengan siapapun, tak ada teman,
keluarga.. aku hanya ingin sendiri, dan aku hanya ingin mati.
“ka,
seminggu lagi ulang tahunku.. kaka masih ingat kan? Kaka punya janji sama aku,
dan aku akan tagih janji kaka besok pagi!” sambil berderai air mata di samping
pemakanan ka Bintang.
Selalu
aku mengingatkan janji ka bintang tiap aku datang ke makam, aku percaya ka
bintang ga akan pernah ingkar janji, aku percaya dia mendengar meski raganya
tak bisa aku lihat bahkan aku sentuh lagi.
“Non,
udah sore, udah mau ujan non.. mari kita pulang!!” terdengar jelas suara mas
fardi memanggilku.
Mas
fardi adalah supir pribadi keluargaku.
“Iya mas,” jawabku.
“Ka
bintang, aku pamit yah.. besok aku dateng lagi,”
Dengan
segera aku bergegas pergi meninggalkan makam ka bintang.. perasaan lega dan
bahagia slalu aku rasakan tiap aku pulang dari makam, hanya saat itu.
Tiap makan malam aku di temenin
mamah juga papa, tapi tetep slalu ada yang kurang, meski papa berusaha untuk ga
lembur hanya karena aku minta, tapi ternyata bukan papa atau mama yg aku mau,
hanya ka bintang.
Jam
sudah menunjukkan waktu pukul 9 malem, tanpa menghabiskan makanan aku langsung
lari ke kamar.
“sayang, habisin dulu makanannya dong!” ujar
mama.
Tanpa
aku hirauan aku tetap pergi ke kamar dan segera melihat ke langit dengan
teropong, aku hanya ingin pastikan kalau ka bintang ga sendirian, ka bintang
tetap tersenyum di sana di temenin bintang-bintang lainnya.
-Bagian2-
Kebiasaanku tiap pagi adalah melingkari
calendar dan ternyata masih 6hari lagi hari ulang tahunku.
“sayang,
mas fardi udah nunggu tuh, ntar kesiangan lagi..” mama yg dari tadi merhatiin
aku di depan pintu kamar.
“iya mah.. bentar lagi” jawabku.
“sayang, nanti pulang jangan kelamaan di makam
yah.. nanti kita mau berangat liburan ke desanya papa” bujuk mama.
“iya mah, ”..
Dan
aku segera lari menuju mobil untuk berangat ke sekolah, entah apa yang mama
siapkan, entah mau berangkat kemana, tujuan apa dan sama siapa, rasanya ga
penting aku tanyakan, padahal aku tau mama pengen aku seperti dulu yang banyak
nanya, ceria dan sangat antusias tiap kali di ajak liburan.
“ka , aku ud mulai libur sekolah
mama mengajak liburan, katanya ke desa papa.. tapi aku ga yakin ka.. oya ka,
tinggal 6 hari lagi loh.. kaka harus tepatin janji kaka, aku ga mau tau aku
bakalan marah kalo kaka boong..” di
samping makam ka bintang usai pulang sekolah.
Tiba-tiba
hp berdering tlp dari mama,.
“
sayang, masih dmn? Cepet pulang syg, nanti kita berangkat kesorean.. mau
packing sendiri apa mama bantuin packing sekarang?” ujar mama via telpon.
“iya
mah aku pulang” tanpa sempat menjawab semua pertanyaan mama aku langsung
menutup telpon.
Yang
aku rasakan bukan perhatian dari mama, tapi aku merasa keganggu karena mama
menyuruhku untuk ga berlama-lama bersama ka bintang.
“ka
aku pulang dulu yah.. nanti aku pasti punya cerita setelah pulang dari liburan,
dan janji kaka di ulang tahunku yahh
awas lupa!!” .
Tiba di rumah aku hanya di kasih
waktu untuk ganti baju, semuanya sudah di siapin mama, tanpa berkomentar
apa-apa ternyata aku hanya pergi berdua saja sama mama, di perjalanan dalam
hati penuh tanya kenapa hanya berdua, mau pergi kemana sebenarnya dan berapa
lama? Tapi tak sedikitpun mampu aku ungkapkan, aku hanya terdiam kosong dengan
handphone yg berdering yg juga tak mampu aku angkat. dan ternyata itu papa,
papa mencoba menelponku setelah dia menelpon mama, aku ga tau apa yg mereka
bicarakan dan mereka rencanakan.. tapi tau kalo papa sudah tau kabarku dari
mama, jadi aku ga perlu angkat telpon dari papa. Melihat mama berderai air mata
juga tak mampu aku tanyakan, aku hanya menyadari memang dulu keadaannya jauh ga
seperti ini, tapi itu dulu saat ka bintang masih ada.
Bersiap berangkat liburan aku paling sibuk packing
dan paling lama dandan, ka bintang bolak balik kamarku sampai 3 kali untuk
memastikan aku sudah siap apa belum, sampai akhirnya dia menyeretku ke mobil
karena memang mereka sudah menungguku lama.. posisi tempat duduk ka bintang
duduk paling depan di samping mas fardi, dan aku di belakang sama mama..
kebiasaan berebut makanan dan saling lempar kacang sering kali di marahin mama,
kami semua tertawa bersama, sampai di tengah perjalanan mama menyuruh kami diam
karena ada panggilan telpon dari papa, dan itupun aku rebut karena aku pengen
certain betapa bahagiannya kami..
“halo
pa, “ sambil setengah ketawa.
“
kalian baik-baik saja sayang?” Tanya papa penasaran.
“aku
baik pa, Cuma mama mabok pa makanya ga bisa nerima telpon, ka bintang rese pa,
dia ngabisin makanan aku pa, ka bintang juga puter music kenceng banget pa,
jadi mas fardi ga konsen nyetir tuh,
tadi ka bintang berusaha ngasih uang sogokan biar aku ga bilang sama
papa, tapi dia udah keterlaluan kan pa..aku coba ngomong ke ka bintang tapi
mama malah belain ka bintang pa, coba ada papa pasti papa belain aku kan pa”
sambil ketawa.
Dan
tanpa mendengar jawaban papa aku menyampaikan berbagai cerita yang menjatuhkan
mama juga ka bintang. Mama dan ka bintang hanya tersenyum melihat ulah aku, dan
Papa juga tau itulah keisengan aku tiap kali aku berangkat liburan. Tiap kali
berangkat liburan? Nggak buat kali ini setelah ka bintang ga ada.. semuanya
terasa sepi, di perjalanan hanya suara musik yg terdengar, ga ada percakapan ceria
antara aku dan mamah.
Telah sampai kami di tempat yg di
tuju, di sebuah desa di sekitar pantai pangandaran. Dulu kami pernah berniat
untuk pergi ke pantai, dan aku paling antusias tiap kali mama dan papa
membicaraan tentang pantai, meski pada akhirnya selalu cancel karena isu
tsunami yg kami dapat tiap kali kami mau berangkat. Tapi sekarang sesampainya
di pantai tak sedikitpun aku merasakan kegembiraan, dan selalu alesanku karena
ga ada ka bintang. Semuanya memang berubah saat ka bintang pergi. Mama dan mas
fardi sibuk membereskan barang-barang, ternyata ini bukan di desanya papa
bahkan kamipun menginap di salah satu hotel di pinggir pantai, tanpa basa basi
aku pergi k arah pantai yg saat itu sudah sepi karena waktu sudah malem,
“sayang, jangan lama-lama yah, segera balik k hotel ya sayang” mama
mengkhawatirkan aku, aku merenung sambil menangis mendekati air laut di pantai.
Yang aku pikirkan hanya jika ada ka bintang . sosok ka bintang sangat aku
butuhkan, dia memberikan semangat dan keceriaannya meski di ujung rasa
sakitnya. Datik-detik terakhir kepergiannya dia tetap menaruh senyum dan canda.
Saat
itu ku baca surat cinta di balik amplop bunga berwarna merah muda, entah buat
siapa dan sebenernya siapa yang ka bintang cinta.
Dear Gadis teduhku
Tak sempat terpikir aku mampu bernafas sampai detik ini,
melabuhkan segala perasaan dan harapan, tepat di ujung hatimu. kamu memberi
makna dan cahaya, membuka hati. Aku bukanlah siapa-siapa hingga sampai kau
menjadikan aku bagian terpenting di hidupmu, kau adalah kekuatan sampai ku
mampu bertahan sejauh ini, semoga suatu saat kamu mengerti meski aku mungkin
telah pergi.
“B*
“Ku
pastikan bukan sama ka risti, cewe ganjen yg selalu mencari perhatian ka
bintang, dan aku ga bakalan setuju jika ka bintang memang mencintai dia..”dalam
hati.
Aku
yang awalnya mau mengajak ka bintang makan malam malah membaca surat itu.
“heh,
ngapain?” Tanya ka bintang.
“eh
kaka” kaget dang a sengaja menjatuhkan surat.
“lha, ga sopan yah baca-baca surat orang” sambil
memunguti surat yg aku jatuhkan.
“maaf ka, abisnya kalo rahasia kenapa ga di
simpen yg rapi, kaka suka sama siapa sih? Aku ga bakal bilang-bilang mama koq
ka, janji.” Penasaran,
“nggak
adeku yg centil, tetep rahasia” menegaskan.
“ka
kenapa sih kaka bisa jatuh cinta? Cewe yg seperti apa sih ka? Nanti aku bakalan
ada ga ka, yg ngasih surat begituan seperti kaka ngasi surat ke cewe kaka
itu?” Lagi-lagi dengan bawelnya aku
bertanya.
Tapi
ka bintang hanya tersenyum tanpa menjawab
dan pergi ke meja makan.
Selesai makan aku yang penasaran kembali ke kamarnya
ka bintang.
Tok..tok..
“ka, bukain dong” aku yg berusaha ingin masuk kamarnya ka bintang.
“kenapa
de?” sambil tersenyum.
“ka , kaka belum jawab pertanyaan aku loh
ka..”
“gini
ade sayang, duduk sini.. cinta itu ga pernah tau datengnya kapan, ga pernah tau
datengnya dengan cara apa, dan ga pernah tau sama siapa.. cinta ga perlu di
paksa untuk di mengerti, nanti kamu yg akan mengerti sendiri..” menjelaskan.
“
ka, kaka bisa ga cinta sama aku?”
“masa
kaka cinta sama adenya sih?kalo sayang iyaa,..” tersenyum heran.
“
dalam surat itu kenapa kaka pergi?” lagi-lagi penasaran.
“gini
ade, tuhan ngasih kapasitas nafas itu ke tiap orang beda-beda, pikirin yahh..
nanti kamu ngerti koq,”
“iya
ka, oya aku boleh ga belajar jatuh cinta?”
“boleh,
tapi nggak sekarang.. cinta kamu kaka blokir sampai kamu usia 17 tahun, dan
kamu bisa tagih nanti ke kaka sebagai kado ulangtahun kamu..” sambil bercanda
“terus
aku hidup tanpa cinta dong ka?”
“selama
kamu belum berusia 17, kaka yg akan ngasih cinta kaka buat kamu de, karena
cinta kamu masih belum di aktivasi” lagi-lagi di jawab dengan candaan.
Malam
itu rasanya malamnya aku dan ka bintang, kami berdua ngobrol banyak banget
hingga tengah malem sampai ga kerasa aku ketiduran di kamar ka bintang.
Pagi-pagi aku terbangun, lihat jam
dan segera keluar nyari ka bintang, ternyata orang rumahpun pada ga ada, coba
menghubungi ka bintang dan handphonenya ketinggalan di rumah, menghubungi mama
ataupun papa ga ada yang angkat, kebingungan ada apa ini? Ga biasanya seperti
ini, dan harus pergi kemana nyusul mereka?... belum hilang rasa penasaranku
tiba2 terlihat mobil jenazah terparkir depan rumah, aku penasaran tapi aku ga
mau ambil resiko rasa sakit yg bakal aku rasakan jenazah siapa itu, aku
menghindar k kamarnya ka bintang, aku terdiam dan pura-pura ga tau, aku hanya
menenangan diri yg penuh kecemasan pagi itu.
Tiba-tiba
mama membukakan pintu, dia memelukku dan menangis lepas, ada apa ini? Aku tak
sampaikan sejuta pertanyaanku, papa pun datang dan memelukku.. sejak itu aku
ingat, kenapa mama dan papa, mana ka bintang? Aku segera berlari ke ruang
tengah.. terlihat jenazah yg sudah terbungkus kain kapan rapi, dengan muka yg
masih tertutupi kain, ku buka dengan penuh gemetar, ka bintang… ternyata ka
bintang, aku teriak dan menangis lepas, tak kuasa aku menahan rasa kehilangan,
papa dan mama menenangkanku, tapi aku balik membenci mereka yg begitu teganya
tak memberitahuku kepergian mereka ke rumah sakit. Mengantarnya ke pemakaman,
seperti mengantar cinta yg masih belum boleh aku pergunakan. Dari situ aku ga
pernah merasakan apapun, semuanya terasa datar… ga ada bahagia dan sedih, hanya
jika mengingat kan bintang aku bisa rasakan itu.
Ombak semakin besar dan malam
semakin larut aku segera pergi ke hotel, telapak kaki di pantai tersapu air
laut, tapi jejak-jejakku sama ka bintang takkan bisa terhapus. Sempat ku lihat
wajah mama depan hotel yg panic menungguku tapi tak ku pedulikan, aku hanya
ingin menghindar tak mau memperlihatkan tangisanku yg tetap mengingat kejadian
satu tahun lalu itu.
Pagi itu, terbangun tanpa melihat
aktivitas apapun di kamar hotel, mama yg ku ingat semalem munungguku depan
hotel aku tak tahu apa sudah kembali ke kamar apa belum, ku cari di kamar mandi
dan ternyata ga ada hanya kertas yg menempel di dinding lemari es.
Sayang…, kamu mungkin
nyari mama, mama pergi nemuin temen mama yg juga liburan disini, besok mama
balik ke hotel, mama ga tega bangunin
kamu, yg keliatan sudah kecapean banget.. kamu baik-baik yah !! ,”
ku
baca notes itu, dengan rasa penasaran ku menggerutu sendiri, ngapain aku
disini.. apakah ini yg dinamakan liburan, diam di kamar hotel sendiri, nyiapin
makanan sendiri.. aku bener-bener ga tau apa yag di rencanakan mama dan papa
sampai detik ini.
Jam 5 sore, ga ada aktivitas yang
bisa aku lakukan seharian itu, hanya makan, nonton tv dan tentu tetap di dalam
kamar hotel.. kejenuhanpun datang tapi aku tetap ga tau apa yang harus aku
lakukan. Tiba-tiba suara ambulan terdengar jelas, aku tengok di jendela terlihat
sebagian orang panic dan sebagian orangnya lagi tetap beraktivitas seperti
biasanya.. dan aku pikir aku ga perlu tau dan peduli mungkin hanya kecelakaan
biasa dan itu orang lain bukan siapa-siapa. Ku tenangkan diri dengan kembali
nonton tv, meski sebenernya hati bergetar ingat mobil jenazah yg mengirim ka
bintang ke rumah.
Tok.tok..
suara pintu kamar hotel dapet ketukan.. segera aku buka pintu dan mungkin itu
mama, tapi ternyata itu mas fardi dan seorang pemuda hampir persis seusia
dengan ka bintang, mereka terlihat agak sedikit tergesa-gesa, tanpa aku
menyuruh mereka masuk aku tanyakan apa maksud dari mereka.
“kenapa
mas?”..
“maaf
mba, saya fitra” tiba-tiba memperkenalkan diri.
“saya
ga peduli nama anda siapa, maksud anda apa?” dengan ketus ku jawab..
“gini
non, dia adalah keluarga dari cewe yg di jemput ambulan itu, dia dan keluarganya mau nyusul k rumah sakit,
mobil yg mreka pake lagi ke batuhiu di bawa sebagian anggotanya jalan-jalan,
dya mau bayar brapapun untuk meminjam mobil dan mengantarnya ke rumah sakit
non.” Mas fardi menjelaskan.
“silahkan mas” jawabku
Tanpa
memberikan sedikitpun perhatian, kemudian melanjutkan nonton tv. Mas fardi
dengan pemuda yg bernama fitra itu sempat kebingungan dengan jawabanku hingga
akhirnya merekapun pergi. dalam lamunanku dengan mata yg menatap tv kosong aku
kembali teringat sosok ka bintang.
Saat
itu di perjalanan menuju mengantarku ke sekolah tiba-tiba laju motor terhenti
melihat anak kecil terluka jatuh dari sepeda, ka bintang memarkirkan motor dan
langsung merangkul anak kecil itu, aku yg terdiam tak bisa berbuat apa-apa juga
tak bisa marah ke ka bintang padahal aku hampir kesiangan, ka bintang memberhentikan taxi, menyuruhku
naik dan memberikanku uang 50rbu untuk ongkos, dia penuh kepanikan sendiri sedangkan
aku hanya mengikuti apa kata ka bintang, aku tau dalam tangisan anak kecil itu
dia begitu kesakitan tapi aku tetap naik k dalam mobil dan pergi menginggalkan
dan bintang dengan anak itu. Selanjutnya aku ga tau dan sesampainnya di
rumahpun aku ga tanyakan kejadian itu ke ka bintang. Baru au sadari begitu
mulianya sifat ka bintang, jauh dari yang aku lakukan saat itu dan juga baru
saja.
Aku
segera berlari menuju parkiran hanya untuk minta maaf dan ingin menunjukan
kepedulianku. Dan beruntung mobilku masih terparkir, segera ku dekati mobilku
yg ternyata kosong, kemana mereka kenapa mobilku masih disini, dalam hati ku
lagi-lagi kebingungan.
“non,
ada apa? Mau jalan kemana non?” tiba-tiba mas fardi muncul di belakangku.
“mas,
kenapa belum berangkat, kemana fitra?”tanyaku.
“mereka sudah berangkat ke rumah sakit non,
naik mobil patroli polisi karena fitra ga enak dengan sikap non tadi”
Pernyataan
mas fardi begitu menyakitan hatiku, dia membuatku merasa bersalah banget.
“mas,
bisa antarku ke rumah sakit nyusul mereka?”
“bisa
non, tapi buat apa?mereka kan…”
Tanpa
mendengarkan lanjutan perkataan mas fardi aku segera naik ke mobil.
“mas
ayo berangkat” ajakku tergesa-gesa.
Mobilku
pun meluncur menuju rumahsakit di daerah pangandaran. Sesampainya aku langsung
turun dan mencari sosok fitra bukan sosok siapa yg tenggelam sore itu, ku
tanyakan pada satpam dan katanya baru saja masuk lorong kiri menuju IGD, ku
baca tulisan IGD tapi tak mampu aku masuk karena aku ga berkepentingan di situ
aku hanya duduk di kursi tunggu. Aku tau ada seorang yg juga duduk di sampingku
tanpa ku tengok aku merundukkan kepala, menunjukkan penyesalanku. Tepukan
tangan di pundak orang di sebelahku mengagetkanku dan hampir aku meluapkannya
dengan kemarahan.
“mba
yang tadi di hotel?” Tanyanya penasaran.
Ternyata
sosok fitra yg duduk di sampingku
“fitra?
Aku minta maaf yah.. yg tenggelam siapa? Trus gmn keadaannya?” tanyaku
penasaran.
“iya
mba aku fitra,”
“aku
nanya ga sesimple itu, siapa yg tenggelam trs keadaannya?” lagi-lagi dengan
penasaran
“tunangan
saya mba, keadaannya belum tau karena saya baru saja sampai, saya harus
keliling dulu mencari orang yg percaya meminjamkan mobilnya” jawabnya dengan
setengah dari suaranya.
Begitu
kagetnya aku ketika mendengar ternyata sosok cewe yg tenggelam itu tunangannya dan
begitu menyesalnya ketika sikapku ternyata.. “arghhhhhh” ingin sekali ku marah
pada diri sendiri.
“fitra,
maafkan aku yah aku nyesel sikap aku tadi aku mau nemenin kamu nnggu tunangan
kamu disini sebagai maaf aku”
“ga
usah mba, saya ga papa disini banyak keluarga koq” jawabnya.
Tapi
aku tetap mau disini, di sampingnya aku mau ikut merasakan gimana kecemasan menunggu
orang yg di sayangi di balik pintu yg lagi di periksa dokter, aku tak sempat
merasakan itu saat ka bintang sakit.
“mba,
balik k hotel yah nanti keluarga mba nyari” bujuknya.
“aku
ga mau fit, sampai aku tau keadaan tunangan kamu aku akan tetap disini.”
Jawabku tegas.
Pintu IGD terbuka, salah satu dokter
keluar dan menghampiri kami. Keluarga yg
terpisah tempat dudukpun berlari mendekati kami, kami semua berkumpul
terdiam tanpa bicara dan menunggu apa yg akan di katakana dokter.
“Maaf,
kami sudah berusaha dan pasien ga mampu lagi bertahan” kata dokter.
Seluruh
keluarga menangis histeris, kepanikan dan kekecewaan terpancar di wajah semuanya..
termasuk aku yg juga ikut merasakan, aku berlari tanpa pamit, aku menuju mobil
dan tanpa bicara mas fardi membawaku kembali, turun di parkiran hotel aku
langsung menuju pantai yg juga gelap, aku menangis disitu kehilangan kedua yg
aku rasakan, padahal aku tak mengenal bahkan tau wajahnyapun tidak, tapi aku
sakit … dua hari di pangandaran, tapi yg aku tau hanya pantai malam.. pantai yg
gelap, yg dingin.
Aku melihat sosok ka bintang
mendekatiku, membawakan kembang gula di sebelah kanan dan jaket di sebelah
kiri, seolah dia tau betapa kedinginannya aku saat ini. Aku dengan tangisanku
segera memeluk ka bintang.
“ka,
kaka kemana aja? Aku kangen kaka” begitu bahagiannya aku di pelukan ka bintang.
“iya
ade syg, kaka slalu ada di samping kamu koq”
“ka,
kaka kenapa bisa ada disini? Bukannya kaka telah pergi jauh?” pertanyaanku
ketika ingatanku tentang kematian ka bintang tiba-tiba datang.
“kaka,
Cuma mampir aja de, kaka ga bakalan lama”
“kaka
kangen sama aku juga?”
Pertanyaanku
hanya terjawab dengan sebuah kecupan di kening, dari situ aku tahu bahwa memang
benar ka bintang juga kangen.
“de,
lihat kaka” mencoba melepaskan pelukanku
Aku
pahami ada hal yang benar-benar penting yang ingin ka bintang sampaikan, aku
melepaskan pelukan dan berusaha mempersiapkan diri untuk serius mendengarkan,
ka bintang yang tiba-tiba duduk di pasir seakan menunjukan kode yang juga
memintaku untuk duduk. Hembusan angin yg menggiring sebagian pasir yang
berterbangan membuat lamunanku makin jauh, jauh saat terakhir aku ngobrol
serius di kamar ka bintang setahun yang lalu.
“de,
kaka tau, kepergian kaka yg mendesak membuat kaka tak sempat pamit, tak sempat
meminta maaf, juga tak sempat menjelaskan sesuatu yg sebenarnya ingin kaka
jelaskan, melihat sikap kamu yang seperti itu kaka ga ngerti kenapa kamu
bergitu dan sebenarnya salah siapa?apakah salah kaka?, kaka pergi karena
panggilan bukan inginnya kaka ninggalin kamu, mama, papa juga temen-temen.. ini
yang dinamakan takdir, ini yg kaka maksud di akhir surat itu yang kamu baca.
Sampaikan salam kangen dank ata maaf kaka buat semuanya dan Kaka minta, sayangi
apa yg kamu punya sekarang jangan sampai mama, papa juga orang-orang merasa
kehilangan kamu juga setelah kehilangan kaka, kamu sudah bersiap 17 tahun dan
cinta ga perlu kamu minta dari kaka, kamu punya sendiri disini.” Sambil
menggenggam tanganku dan menempelkannya di dadaku.
Aku
mengerti jelas apa yang ka bintang maksud, aku hanya bisa tersenyum dan
mengangguk di setiap perkataan ka bintang, hampir tak ada sedikitpun kata yang
salah yang bisa aku sanggah. Ka bintang sesekali menghapus air mataku dan
pancaran matanya bagaikan mengajakku untuk tersenyum. Bangkit dan menjatuhkan
pasir yang menempel di celana dengan telapak tangannya, entah kenapa membuatku
mengerti bahwa dia akan segera pergi, aku segera memeluknya berusaha menahan
kepergiannya, tapi tak mampu sama halnya ketika aku terbangun, aku tak mampu
percaya kalo itu semua mimpi, pelukan hangat nasehat-nasehat yang begitu
membangun. Ternyata itu hal nyata berbentuk mimpi.
-Bagian
3-
Hari ke tiga aku di pantai pangandaran, dan 4 hari
lagi menjelang ulang tahunku, tangisanku selamam sudah kering rasanya dan ku
sambut hari dengan perasaan yang lebih baik. Keluar hotel ku dapat suasana yang
sangat berbeda di banding malam, pedagang yg bersiap menjajakan dagangannya, penyewa
sepeda, penyewa seluncur, ternyata seramai ini. Aku berjalan di bibir pantai
udara yg sejuk, gemuruh ombak dan sekitaran pantai yg bersih, Pasangan yg
berfoto bareng, anak-anak yg bermain pasir, orang-orang yg berenang dengan
ceria menjadi sesuatu pemandangan yg indah yg bisa ku nikmati.
Orang-orang yg berenang berlari saat perahu menepi,
sempat terpikir apakah perahu itu perahu nelayan? Ku dekati karena ku ingin tau
hasil tangkapan apa yg mereka dapat. Tapi seolah bergilir, sebagian orang turun
dari perahu dan sebagian orang naik. tiba-tiba ada seseorang menarikku, tak
sempat aku tau siapa dan kenapa dya menarikku hingga akhirnya karena saking
kagetnya akupun ikut serta dalam perahu itu. Aku mencoba melepaskan genggaman,
seorang laki-laki dewasa yg memakai kacamata hitam dengan celana pendek, aku
mengenalnya dya Ka Al temen kuliahnya ka bintang, entah sengaja atau engga aku
ga tau dia di sampingku sekarang.
“ka
Al?” kaget
“iya
de centil” setengah tertawa.
“koq
kaka bisa disini?” tanyaku
“kaka
liburan disini lebih awal dari kamu, kemaren kaka ketemu mama, dan ngobrol
banyak, bukannya kamu lagi puasa ngomong yah?” ngeledek
“enggak
ka, aku lagi males aja kemaren” mencoba menjelaskan
“iya
udah, jangan di bahas. Kita mau liburan disini jadi kita harus seneng-seneng
kan? Kaka sengaja narik tangan kamu, kaka perhatiin kamu dari tadi yg terus aja
berjalan kaya yg ga tau arah, knapa ga bisa renang yahh atau ga berani?”
lagi-lagi ngeledek dan aku hanya tersenyum.
Aku
bahagia disini sosok ka bintang melekat di raganya ka Al, sama-sama cowo yg
penuh canda tawa, dan dia dateng tepat disaat aku merasa lebih baik dan mulai
bisa tersenyum,.
Perahu yang aku pikir buat nangkap ikan ternyata
membawa kami ke tepian pantai dengan pasir yg putih, aku ga tau ada tempat
seperti ini disini, indah banget dengan karang yg terlihat jelas dan air yg
jernih, lebih dari 4ekor monyet kami temui disini, dan bersahabat banget dengan
manusia, keindahan yg ga bisa aku lukiskan. Nama tempatnya pasir putih
pangandaran, aku dan ka Al berfoto bareng berenang, dan bersmokling melihat
ikan-ikan yg berwarna warni, kepenatan selama ini hilang dan aku bisa
mendapatkan kebahagiaan kedua selain di makam ka bintang yaitu di sisi ka Al.
“aduh
ka,” aku menangis.
kakiku
terluka terkena tajamnya batu karang, dengan kepanikan ka nando menghampiri dan
merangkulku membawa ke pinggir pantai.
“mana
lihat?”
“ini
ka, Cuma sedikit koq, cuman koq pedih banget ka” sambil meringis
“iya
de, gak apa-apa koq nanti juga kering asal jangan kena air laut aja, soalnya
ngandung garem kan, pasti pedih” jawab ka nando.
Perhaatiannya
bener-bener membuatku kagum, melihatnya membersihkan luka kakiku, memakaikan
sandal dan menopang tubuhku untuk berdiri, menghilangkan sejuta tangis yg
mengingatkanku akan kepergian ka bintang.
Perahu yang tadi mengantar kami
menuju tepian pasir putih ini, kini menjemut kami kembali, dan kamipun bergegas
naik tidak hanya aku dan ka Al, juga orang-orang yg sama berlibur di pantai
ini.
“ka,
aku mau Tanya kaka tau ga gebetan ka bintang?” tanyaku
“emang
si bintang punya gebetan gitu de, dia lirik cewe aja ga pernah malahan kaka
kira dia ga doyan cewe.” Jawab ka Al dngan bercanda,
“seriusan
ka, aku malah sampe penasaran banget same saat ini, aku waktu tu nemu surat
pink di kamarnya”
“kaka
juga seriusan ga tau de, beneran sumpah loh” mencoba meyakinkan..
“kaka
kan temen deketnya ka bintang, masa ga tau banget gitu dikit aja cewe yg ka
bintang suka itu siapa, aku Cuma mau ngasihin surat yg tak sempat tersampaikan
itu ka” lagi-lagi aku memaksa minta informasi dari ka Al.
“kamu
tuh ya, di bilangin ga mau percaya, ngapain coba kaka bohong ga ada gunanya,
bintang juga udah ga ada kan? Asli kaka nggak tau kalo masalah itu,”
menegaskan.
“iya
kaka…” dengan sedikit kesel
“heh
jangan kesel gitu, kalo kaka tau pasti kaka kasih tau, jangan bikin kaka nyesel
karena ga tau de, kaka juga pengen banget jawab kalo kaka tau, sekarang gimana
dong? Tapi kaka ga mau kamu kesel de”
Memang
bisa banget ya cowo yang satu ini rayuannya, aku tersenyum mendenggar perkataan
ka Al itu hingga aku tak bisa melanjutkan kekesalanku, ka Al memang cowo dewasa
yang mengerti dan memahami apa yang aku mau dan apa yang aku pikirkan. Perahu
mendarat di tepian pantai dengan sesegera ka Al turun dan mengulurkan tangannya
terhadapku, “romantic, kaya di film-film” dalam hati ku menggerutu, saat ku
mencoba menjabat uluran tangan ka Al dia lari dan menertawakanku, ternyata dia
tidak lebih hanya bercanda. Aku segera turun dan melemparinya dengan segenggam
pasir, memang warna yang ka Al kasih, aku sangat bahagia hari itu.
Mama ternyata sudah menungguku di
hotel, sangat keliatan keheranan mama melihatku yg kini penuh keceriaan, baju
yg kotor menunjukan kalau aku memang sudah bermain-main di pantai. Aku sudah
tak lagi membiarkan mama yg mengajakku bicara, sudah tak lagi membiarkan mama
yg berusaha membahagiakan aku dan membuatku tersenyum.
“ma,
mama sudah balik” sambil mencium pipi mama
Mama
keheranan hingga tak ada sedikitpun kata yang dia ucapkan.
“opssss
ma, maaf aku kotor, aku mandi dulu.” Dengen penuh canda dan bergegas pergi ke
kamar mandi dan untuk membersihkan badan.
Aku yang lagi bersiap merapihkan
rambut mendengar suara laki-laki yang sedang asik ngobrol dengan mama, aku
tengok ke pojok kanan depan tv sama sekali tak bisa aku tebak karena posisi
mereka membelakangiku, makin penasaran aku mulai mendekat sampai ada akhirnya,
“sayang,
sini.” mama memanggilku dan menyuruhku gabung untuk ngobrol.
“oh
iya ma.” Akupun medekat dan baru aku tau kalo itu ka Al.
Ka
Al mengulurkan tangan seperti baru ketemu, padahal masih jelas tadi kami
bermain bersama di pantai. Obrolan mereka serius, hangat menceritakan banyak
hal tentang keluarga, ibu dari ka Al yg sahabat dekat mama, dan ka Al yang
sahabat dekat ka bintang menjadi topic yang sangat menarik.
“ka
Al, sekarang kuliah dimana?masih di bandung?” tanyaku mengikuti percakapan
mereka,
“iya
de, di widyatama”
“sering-sering
mampir rumah tante dong al, jangan mutusin silaturahmi loh” sambung mama
“iya
tante, mama juga sering ngajak tapi waktunya selalu ga tepat tan, bentrok sama
jadwal kuliah terus,” jawab ka Al
“ah
modus itu mam, sibuk pacaran kali ka al” meledek
“sayang,
jangan ngomongin pacar-pacaran ah.. kasian tuh nanti menggalau lagi” sambung
mama ikut meledek
“emang
ka Al lagi galau mam?”
“sudah
dong kalian, kemaren iya de tapi sekarang engga deh im okee” sanggah ka Al
“kemaren
iya?Galau? Cowo seceria ini bisa juga galau?”, dalam hatiku bertanya.
Aku
yang seharusnya ga peduli, malah kepikiran pernyataan tentang kegalauan ka Al,
ingin sekali berbagai pertanyaan tentang itu aku lontarkan tapi kayanya kurang
penting apa malah ga penting, aku ga perlu tau itu masa lalu ka Al dan urusan
ka Al bukan urusanku.
“de,
ayo siap-siap?” bujuk ka Al
“kemana
ka?” tanyaku penasaran
“makan
malem, selama disini belum pernah kan makan malem diluar?belum pernah kan
nyobain seafood pangandaran?
“serius
ka?” aku sangat antusian mendengar ajakan ka Al
“iya
de, ayo tante juga siap-siap dong tan,”
“sama
mama juga ka?” tanyaku
Aku
yang hampir melayang ke udara mendengar ajakan dinner ka Al, seakan terjatuh
terhempas lagi ke pantai tersapu ombak. Bodoh, itu ajakan dinner biasa bersama
keluarga bukan ajakan ng’date kenapa begini.
“iya
de, cepetan mama ka Al juga udah nunggu di bawah”
Aku
dan mama bersiap dan kamipun pergi ke salah satu resto seafood di pinggir
pantai, aku, mama, ka Al dan tante siska yang merupakan mama dari ka Al. kami
makan malam, bercanda, bercerita banyak layaknya teman lama yang baru bertemu
kembali.
Aku terbangun pagi sekali, tak mau
kalah dengan matahari yg saat ini mungkin masih terlelap tidur. Ku melangkahkan
kaki keluar hotel berniat ingin menunggu matahariku naik di penghujung laut,
langit masih gelap, setengah berlari aku mulai mendekati pantai, tapi di tengah
perjalanan seseorang menyenggolku dari arah samping hingga aku terjatuh dan
diapun terjatuh. Tak sempat aku mengucapkan kekesalan aku melihat ternyata ka
Al, lagi-lagi ka Al.
“ka
Al, ngapain disini? Pake acara nyenggol segala..”
“ade
juga ngapain jam segini udah keluar,?” ka Al balik nanya
Belum
sempat kami saling menjawab pertanyaan, aku dan ka Al sama-sama melihat ke
ujung laut dengan matahari yang setengah naik, tanpa berkata apa-apa kami
berdua berlari ke arah pantai. Di sela nafas yang tersendat-sendat kecapean,
aku dan ka Al saling melempar tawa, ternyata ini jawaban dari masing-masing
pertanyaan, tanpa sengaja kami bertemu berharap bisa menyaksikan matahari naik
di ujung pantai, keindahan bukan hanya di depan mata tapi di samping saat ka Al
menggenggam tanganku.
“ka,
yang disampaikan semalem tentang kegalauan kaka apa aku boleh tau?” Tanyaku
tiba-tiba
Akupun
kaget karena tak sedikitpun terlintas untuk menanyakan hal itu, bibirku begitu
lancangnya tak bisa ku tahan dan aku merasa kecewa pada diri sendiri tak ingin
suasana berubah.
“iya
de boleh, dia adalah temen kaka sejak SMA sampai kuliah,” berusaha menjelaskan
Ternyata
cewe yang membuat galau ka Al bernama lulu, mereka kenal udah sejak mereka SMA,
dan pacaran saat kelulusan sampai mereka kuliah semester 3 hampir 2 tahun,
mereka sudah mendekati serius dengan rencana pertunangan yg sudah mereka
bicarakan dengan masing-masing keluarganya. Ga ada sedikitpun keganjalan masalah yang mereka
dapat hingga di suatu saat ervan yang merupakan mantan dari ka lulu dateng
lagi. Ka Al memang ga mau menceritakan semuanya hanya saja dari situ aku
mengerti bahwa orang ketigalah yang menyebabkan putusnya hubungan ka Al dengan
ka Lulu.
“udahlah
de, ade udah tau kan? Cukup tau aja dan selebihnya lupain!”
“iya
ka, maaf bukan maksud ade, ngingetin hal itu”
“nggak
koq, ga perlu minta.. mereka udah bahagia de, mereka udah mau nikah, ervan
lebih pantas karena dya udah bekerja dan mapan di banding kaka yang masih
ngabisin duit orang tua aja bisanya”
Aku
terhentak kaget, ternyata apa yang aku tanyakan bener-bener merubah suasana. Aku
tak sampai hati melihat ka Al kembali mengulang rasa kecewa karena ingatan akan
hal itu. Aku menggenggam pasir dan menempelkannya ke pipi ka Al, kemudian
berlari. Ka Al yang saat itu sedih tertunduk kaget dan langsung mengejarku,
tangannya yang menarik pundakku membuatku terjatuh, ombak mendekat menyentuh
badanku hingga keadaan setengah kebasahan, aku yang kesel balik membalas
menyiramnya dengan air laut, kita tertawa bersama. Pagi yang indah sudah aku
lewatin, keceriaan-keceriaan di liburan kali ini juga sudah aku nikmatin,
disini di pantai ini bersama ka bintang berbentuk ka Al, tangisan tlah berubah
menjadi senyuman, bintang yang hanya bersembunyi di dinding malam juga
menampakkan sinarnya di lingkar mentari. Dan inilah kesedihan yg ku ubah
menjadi kebahagiaan.
Sore ini, terakhir aku di pantai
ini, mama dan mas fardi bersiap packing barang-barang, sedang aku masih
berkeliling menikmati jam-jam terakhir menjelang kepulanganku ke bandung.
Pantai dengan gemuruhnya, batu karang dengan ombaknya, dan semua tentang pantai
ini menggorek cerita termasuk ka Al yang juga menjadi bagiannya.
“De..”
sapa ka al tiba-tiba
“iya
ka” jawabku tanpa menghentikan langkahku
“mau
pulang sekarang? Kenapa ga bareng aja nanti sama kaka” bujuknya
“enggak
ka, aku udah cukup lama ga ke makam ka bintang, juga aku masih punya utang
tugas-tugas sekolah ka, kaka masih sampai kapan disini?”
“belum
tau de, mungkin satu atau dua hari lagi.”
“oke
ka, aku pulang duluan, nanti kalo nyampe bandung kabarin yah maen-maen dong ke
rumah”
Menggenggam
tanganku dan manatap mataku sekaligus memberhentikan langkahku. Aku terdiam
tanpa kata, tak pernah aku terbayangkan posisi yang seperti ini, jantung
berdegup kencang dengan tangan bergetar mengikuti alur nafas seperti habis
marathon.
“de,
apa yang kamu rasakan?”
“jantungku
berdegup kencang, kenceng banget..” jawabku polos
“bahagia?”
“mungkin
ka,” dengan setengah tertawa malu
“kaka
sayang sama ade” dan tangannya makin erat menggenggam tanganku
Ingin
sekali ku katakana kalo akuupun sayang sama ka Al, bagaimana menyampaikannya
aku ga tau, tapi hanya sebatas ingin menjawab perkataan ka Al, bukan
mengutarakan isi hati karena aku ga tau, aku merasakan rasa yang tak pernah ku
rasakan bercampur menjadi satu.
“kaka
boleh cinta sama ade?”
“boleh,
tapi aku boleh ga kalo ga cinta sama kaka?” jawabku bercanda
“boleh,
tapi cinta ade kaka blokir sampe ade cinta sama kaka” menjawab juga dengan
bercanda
Aku
berlari menghindar sampai ka Al mengejarku, dia memelukku memberikan kesan
terakhir di pantai ini.
“de
diam bentar aja disini.” Menegakkan badanku untu tetap berdiri disitu
Ka
Al berlari memungut ranting pohon, tanpa bertanya ku terdiam melihat entah apa
yang aan ka Al lakukan, dan kemudian dia melingkari sekelilingku dengan bentuk
hati.
“kaka
ga akan memasuki wilayah ade, sampai ade menghapus sebagian dari garis ini
untuk bisa kaka masuki.” Dengan gaya gombalnya ka Al,
“gombaalll….”
Sambil teriak dan berlari mengejar ka Al.
Goresan lingkar hati yang tersapu
air laut kembali berbaur dengan pasir yang lain, tanpa meninggalkan jejak di
pantai ini, tapi mengukir indah di hati ini. Aku tak pernah terpikir bisa
sedekat ini dengan ka Al, yang dulu berjarak karena aku hanya sebatas gadis
kecil adik dari teman kuliah ka Al.
Hari ini genap usiaku 17th,
tertunduk di depan makam ka bintang ku ceritakan semua kejadian di pantai, juga
kedatangan ka bintang dalam mimpiku. Tak lagi ku tagih apa yg ka bintang
janjikan. Aku mengerti cinta tak sepantasnya aku minta, karena letaknya
berdekatan dengan hati, hati yang siap untuk di masuki seperti halnya ka Al
bilang. Aku merasakan kebahagiaan telah di bagi dan Aku tak butuh sepucuk surat
pink untuk aku pahami kalo aku telah di
cintai. Ungkapan dan perhatian ka Al sudah cukup menguatkanku kalo kesempurnaan
cinta itu nyata. Hanya saja ketidaksiapanku yang belum bisa berbagi, dan itu
yang membuatku tetap bertahan di dalam lingkar hati.
---
No comments:
Post a Comment